Friday, January 5, 2018

Makalah Pertentangan Sosial dan Integrasi Masyarakat

Pertentangan Sosial dan Integrasi Masyarakat

Makalah
Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Sosial Dasar


Dosen : Ismail Akbar Brahma


Disusun oleh :
Shafwaturrijal ( 55417618 )
1IA16

JURUSAN TEKNIK INFORMATIKA
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS GUNADARMA
2018



KATA PENGANTAR



Puji syukur atas kehadirat Allah Subhanahu wa Ta’al yang telah memberikan karunia-NYA kepada kita semua. Terutama kepada penulis, karena atas karunia dan kehendak-NYA penulis dapat menyelasaikan makalah ini.
Tujuan penulisan makalah yang berjudul Pertentangan Sosial dan Integrasi Masyarakat adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Sosial Dasar sebagai mata kuliah softskill di Universitas Gunadarma.
Penulis juga berterima kasih kepada semua pihak yang telah mendukung dan membantu penulis dalam pembuatan makalah ini, terutama kepada Bapak Ismail Akbar Brahma sebagai dosen Ilmu Sosial Dasar.
Penulis juga membuat makalah ini dengan harapan bahwa makalah ini akan bermanfaat bagi yang membacanya. Kritik dan saran, penulis nantikan agar lebih baik kedepannya.


Depok, 04 Januari 2018



Penulis



DAFTAR ISI

ABSTRAK..................................................................................................................... i
KATA PENGANTAR.................................................................................................. ii
DAFTAR ISI................................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................. 1
1.1     Latar Belakang............................................................................................. 1
1.2     Rumusan Masalah...................................................................................... 2
1.3     Tujuan dan Manfaat.................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN.............................................................................................. 3
2.1     PERBEDAAN KEPENTINGAN................................................................. 3
2.2     PRASANGKA, DESKRIMINASI DAN ETHNOSENTRISME................ 4
2.3     PERTENTANGAN-PERTENTANGAN SOSIAL / KETEGANGAN   
          DALAM MASYARAKAT............................................................................. 5
2.4     GOLONGAN-GOLONGAN YANG BERADA DAN INTEGRASI
          SOSIAL......................................................................................................... 7
2.5     INTEGRASI NASIONAL............................................................................. 8
BAB III PENUTUP.................................................................................................... 11
3.1     Kesimpulan................................................................................................. 11
3.2     Saran........................................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................. 12

 


BAB I

PENDAHULUAN

Kepentingan merupakan dasar timbulnya tingkah laku dari individu. Individu  bertingkah laku arena adanya dorongan untuk memenuhi kepentingannya. Kepentingan ini bersifat esensial bagi kelangsungan hidup individu itu sendiri. Jika individu berhasil memenuhi kepentingannya, maka individu akan merasa puas dan sebaliknya bila gagal akan menimbulkan masalah bagi dirinya sendiri maupun bagi lingkungannya.Oleh karena itu, akan muncul perbedaan kepentingan pada setiap individu, seperti; kepentingan individu untuk memperoleh kasih sayang, memperoleh harga diri, memperoleh penghargaan yang sama, memperoleh prestasi dan posisi, memperoleh kedudukan di dalam kelompoknya, memperoleh rasa aman dan untuk memperoleh kemerdekaan diri. Seperti yang dijelaskan di atas, apabila individu tidak bisa memenuhi kepentingannya, maka akan terjadi ketidakmampuan suatu ideologi mewujudkan idealisme yang akhirnya akan melahirkan kondisi disintegrasi atau konflik.
Permasalahan utama dalam tinjauan konflik adalah adanya perbedaan antara harapan dengan kenyataan pelaksanaan dan hasilnya kenyataan tersebut disebabkan oleh sudut pandang yang berbeda antara pemerintah atau penguasa sebagai pemegang kendali ideologi dengan berbagai kelompok kepentingan sebagai sub-sub ideologi.



1.     Apa penyebab terjadinya pertentangn Sosial?
2.     Apa yang dimaksud Prasangka, Diskriminasi dan Etnosentrisme?
3.     Mengapa permasalahan itu terjadi?
4.     Bagaimana cara mengatasi konflik tersebut?

         1.   Mengetahui masalah apa saja yang terjadi di dalam masyarakat.
         2.   Mengetahui yang dimaksud Prasangka, Diskriminasi dan Etnosentrisme.
3             3.   Latar belakang terjadinya konflik.



BAB II

PEMBAHASAN

2.1      PERBEDAAN KEPENTINGAN

Kepentingan merupakan dasar dari timbulnya tingkah laku individu. Individu bertingkah laku karena adanya dorongan untuk memenuhi kepentingannya. Kepentingan ini sifatnya esensial bagi kelangsungan hidup individu itu sendiri.
Pada umumnya secara psikologis dikenal ada dua jenis kepentingan dalan diri individu yaitu kepentingan untuk memenuhi kebutuhan biologis dan kebutuhan sosial/psikologis. Oleh karena individu mengandung arti bahwa tidak ada dua orang individu yang sama persis di dalam aspek-aspek pribadinya, baik jasmani maupun rohani, maka dengan sendiriinya timbul perbedaan individu dalam hal kepentingannya. Perbedaan tersebut secara garis besar disebabakan oleh dua faktorr, yaitu faktor pembawaan dan lingkungan sosial sebagai komponen utama bagi terbentuknya keunikan individu dalam hal kepentingannya meskipun dengan lingkungan yang sama.
Perbedaan-perbedaan kepetingan itu antara lain :
1.      Kepentingan individu untuk memperoleh kasih sayang.
2.      Kepentingan individu untuk memperoleh harga diri.
3.      Kepentingan individu untuk memperoleh pengharaan yang sama.
4.      Kepentingan individu untuk memperoleh prestasi dan posisi.
5.      Kepentingan individu untuk dibutuhkan orang lain.
6.      Kepentingan individu untuk memperoleh kedudukan didalam kelompoknya.
7.      Kepentingan individu untuk memperoleh rasa aman.
8.      Kepentingan individu untuk memperoleh kemerdekaan diri.

2.2      PRASANGKA, DESKRIMINASI DAN ETHNOSENTRISME

Prasangka dan diskriminasi dua hal yang ada relevansinya. Kedua tindakan tersebut dapat merugikan pertumbuhan, perkembangan, dan bahkan integrasi masyarakat. Dari peristiwa kecil yang menyangkut dua orang dapat meluas dan menjalar, melibatkan sepuluh orang, golongan atau wilayah disertai tindakan-tindakan kekerasan dan destruktif yang merugikan.
Perbedaan terpokok antara prasangka dan diskriminatif adalah bahwa prasangka menunjukkan pada aspek sikap, sedangkan diskriminatif pada tindakan. Menurut Morgan (1966) sikap adalah kecenderungan untuk merespon baik secara positif atau negarif terhadap orang, obyek atau situasi. Prasangka merupakan kecenderungan yang tidak nampak, dan sebagai tindak lanjutnya timbul tindakan, aksi yang sifatnya realistis. Diskriminatif merupakan tindakan yang relaistis, sedangkan prsangka tidak realistis dan hanya diketahui oleh diri individu masing-masing.
Etnosentrisme yaitu suatu kecenderungan yang menganggap nilai-nilai dan norma-norma kebudayaannya sendiri sebagaai sesuatu yang prima, terbaik, mutlak dan diepergunakan sebagai tolok ukur untuk menilai dan membedakannya dengan kebudayaan lain. Ethosentrisme nampaknya merupakan gejala sosial yang universal dan sikap yang demikian biasanya dilakukan secara tidak sadar. Dengan demikian ethosentrisme merupakan kecenderungan tak sadar untuk menginterprestasi atau menilai kelompok lain dengan tolak ukur kebudayaan sendiri.

2.3      PERTENTANGAN-PERTENTANGAN SOSIAL / KETEGANGAN DALAM MASYARAKAT

Konflik (pertentangan ) mengandung suatu pengertian tingkah laku yang lebih luas dari pada yang biasa dibayangkan orang dengan mengartikan sebagai pertentangan yang kasar dan perang. Dasar konlik pun berbeda-beda, dalam hal ini terdapat tiga elemen dasar yang merupakan ciri-ciri dari situasi konflik, yaitu :
1)     Terdapat dua atau lebih unit/bagian yang terlibat didalam konflik.
2)     Unit-unit tersebut mempunyai perbedaan-perbedaan yang tajam dalam kebutuhan, tujuan, masalah, nilai, sikap maupun gagasan.
3)     Terdapat interaksi antara diantara bagian-bagian yang mempunyai perbedaan-perbedaan tersebut.
Konflik merupakan suatu tingkah laku yang dibedakan dengan emosi-emosi tertentu yang sering dihubungkan dengannya, misalnya kebencian atau permusuhan. Konfik dapat terjadi pada lingkungan yang paling kecil yaitu individu, sampai kepada lingkungan yang paling luas, yaitu masyarakat.
Konflik mungkin realistis maupun tidak realisyis. Konflik yang realistis terkait dengan tujuan rasional, dan konflik terjadi kebenaran atau merupakan kelengkapan untuk pencapaian tujuan. Dalam konflik yang tidak realistis, konflik tersebut merupakan tujuan itu sendiri. Hampir semua konflik yang berlangsung di dalam kerumitan situasi kehidupan manusia, mempunyai elemen rasional maupun elemen tidak rasional. Lebih jauh lagi konflik-konflik tersebut mungkin fungsional maupun disfungsional pada saat yang bersamaan.



Setiap orang atau kelompok dalam menghadapi masalah sosial selalu melihat dari sistem nilai yang berlaku pada kelompoknya. Kesadaran akan pengertian adanya perbedaan kebudayaan sistem nilai, perbedaan sistem agama yang ada di Indonesia adalah sangat penting bagi bangsa Indonesia.

Pada dasarnya problema yang dihadapi oleh negara Indonesia meliputi:
1)     Problema Pemerintah.
2)     Problema Idelogi Bangsa.
3)     Problema Kedaerahan atau Minoritas.

Adapun cara pemecahan konflik tersebut adalah sebagasi berikut :
1)     Elimintion yaitu pengunduran diri salah satu pihak yang terlibat di dalam konflik.
2)     Subjugation atau domination artinya orang atau pihak yang mempunyai kekuatan terbesar dapat memaksa pihak lain untuk mentaatinya.
3)     Integration (intergrasi) artinya pendapat-pendapat yang bertentangan didiskusikan, dipertimbangakan dan ditelaah kembali sampai kelompok mencapai suatu keputusan yang memuaskan bagi semua pihak.





2.4      GOLONGAN-GOLONGAN YANG BERADA DAN INTEGRASI SOSIAL

a.     Masyarakat mejemuk dan nasion Indonesia

Masyarakat Indonesai digolongkan sebagai masyarakat majemuk, yaitu suatu masyarakat negara yang terdiri dari beberapa suku bangsa atau golongan sosial yang dipersatukan oleh kekuatan Nasional, yaitu terwujudnya Negara Indonesia.
Masyarakat yang mejemuk tersebut dipersatukan oleh sistem Nasional yang mengintegrasikannya melalui jaringan-jaringan administrasi pemerintahan, politik, ekonomi, dan sosial yang berpusat di kota-kota. Untuk lebih jelas dimukakan aspek dari kemasyarakatan tersebut.
1)     Suku Bangsa dan Kebudayaannnya
2)     Agama
3)     Bahasa
4)     Nasion Indonesia

b.     Integrasi

Penduduk Indonesia yang menempati wilayah yang luas ini bukan hanya terlihat oleh satu sistem kebudayaan, tetapi banyak sistem kebudayaan. Sistem kebudayaan yang berlaku di Indonesia :
1)     Sistem kebudayaan daerah.
2)     Sistem kebudayaan agama, seperti Islam, Kristen, Hindu dan Budha.
3)     Sistem kebudayaan Nasional
4)     Sistem kebudayaan asing, seperti China, Arab.

          c.    Intergrasi Sosial

Intergrasi sosial atau bisa juga disebut integrasi masyarakat ini bermakna terwujudnya solidaritas sosial, rasa kebersamaan antar hubungan masyarakat secara harmonis dalam kerjasama kelompok yang menpunyai sifat, sikap dan watak yang berdeda.

2.5      INTEGRASI NASIONAL

Integrasi Nasional adalah merupakan masalah yang dialami oleh semua negara atau nation yang ada di dunia, yang berbeda adalah bentuk permasalahan yang dihadapinya.
Menghadapi masalah integrasi ini sebenarnya tidak memilki kunci yang pasti karena masalah yang dihadapi berbeda dan latar belakang sosio kultural nation state yang berbeda pula. Sehingga masalah integrasi in cenderung diselesaikan sesuai dengan kondisi negara yang bersangkutan. Ada yang menempuh jalan kekerasan dan ada yang menempuh strategi politik yang lenih lunak.
1)     Beberapa Permasalahan Integrasi Nasional
Permasalahan utama yang dihadapi dalam integrasi nasional ini adalah adanya cara pandang yang berbeda tentang pola laku duniawi dan cara untuk mencapai tujuan. Dengan kata lain masalah integrasi nasional ini pada prinsipnya bersumber pada perbedaan ideologi.
Permasalahan yang kedua yaitu permasalahan yang ditimbulkan oleh kondisi masyarakat majemuk, yang terdiri dari berbagai kelompok etnis lain diantara penduduk pribumi maupun keturunan asing. Menurut Harsya Bachtiar, kelompok etnis atau suku-suku bangsa yang ada di daerah  merupakan nation-nation pribumi yang telah terbentuk lama sebelum nation Indonesia diproklamasikan. Mereka memilih ciri-ciri sendiri yang merupakan ciri-ciri suatu nation.
Permasalahan ketiga adalah masalah teritorial daerah yang sering kali berjarak cukup jauh. Lebih-lebih Indonesia yang berbentuk negara kepulauan dan merupakan arus lalu lintas dua benua dan dua samudera. Kondisi ini akan lebih mempererat rasa solidaritas kelompok etnis tertentu.
Permasalahan keempat ditinjau dari kehidupan dan pertumbuhan partai politik. Permasalahan politik di Indonesia berpengaruh pula dalam mencapai integrasi nasional. Charles Lear’s Taylor dan Michael C. Hudson mencatat beberapa indikator pertentangan politik di Indonesia yaitu terjadinya demonstrasi, kerusuhan, meningkatnya angka kematian akibat kekerasan politik, pemindahan kekuasaan eksekutif yang bersifat reguler.
2)     Upaya Pendekatan
Di samping perbedaan golongan itu sendiri mempunyai potensi untuk menuju ke arah integrasi dengan sistem silang menyilang. Usaha-usaha yang dilaksanakan untuk memperkecil dan menghilangkan kesenjangan-kesenjangan itu antara lain :
a.    Menggali kebudayaan daerah untuk dijadikan kebudayaan nasional dan membina penggunaan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional.
b.    Melalui jalur-jalur formal seperti pendidikan perundang-undangan yang berlaku bagi seluruh warga negara dan pendidikan formal lainnya.
3)     Integrasi Nasional dalam Perspektif
Seperti yang diasumsikan oleh Harsya W. Bachtiar bahwa masalah integrasi nasional akan tetap merupakan masalah, tanpa memandang apakah itu negara baru ataupun negara yang sudah lama, karena pada setiap soal konflik dapat saja terjadi. Disamping itu berpedoman pada teori Walter T. Martin yang telah dikemukakan terdahulu bahwa perbedaan golongan mempunyai dua kemungkinan yang sama besar untuk menjadi konflik (disintegrasi) atau integrasi, maka kemungkinan integrasi nasional menjadi masalah, sama besar dengan tercapainya integrasi.
Namun demikian integrasi nasional sebagai salah satu cita-cita nasional maupun cita-cita negara akan dapat terwujud atau paling tidak menekan kemungkinan permasalahan potensi masyarakat untuk mendukung agar berintegrasi sendiri secara alamiah dengan sistem Cross cutting affiliation.



BAB III

PENUTUP


Konflik ( pertentangan ) mengandung suatu pengertian tingkah laku yang lebih luas dari pada yang biasa dibayangkan orang dengan mengartikan sebagai pertentangan yang kasar dan perang.
Kepentingan merupakan dasar dari timbulnya tingkah laku induvidu. Individu bertingkah laku karena adanya dorongan untuk memenuhi kepentingannya. Pada umumnya secara psikologis dikenal ada dua jenis kepentingan dalam diri individu yaitu kepentingan untuk meemenuhi kebutuhan biologis dan kebutuhan sosial / psikologis.
Integrasi nasional bermakna solidaritas sosial dan kerjasama antar kelompok sosial yang harmonis tersebut, diarahkan demi keharmonisan dan persatuan kesatuan nasional
Dengan dibuatnya makalah ini kami mengharapkan kepada pembaca agar bisa memahami dan dapat menerapkan di lingkungan masyarakat.



DAFTAR PUSTAKA




Ahmadi, Drs. H. Abu, dkk. 2009. Ilmu Sosial Dasar. Jakarta: Rineka Cipta

Makalah Agama dan Masyarakat

Agama dan Masyarakat

Makalah
Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Sosial Dasar

Dosen : Ismail Akbar Brahma

Disusun oleh :
Shafwaturrijal ( 55417618 )
1IA16

JURUSAN TEKNIK INFORMATIKA
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS GUNADARMA
2018


 


KATA PENGANTAR


Puji syukur atas kehadirat Allah Subhanahu wa Ta’al yang telah memberikan karunia-NYA kepada kita semua. Terutama kepada penulis, karena atas karunia dan kehendak-NYA penulis dapat menyelasaikan makalah ini.
Tujuan penulisan makalah yang berjudul Agama dan Masyarakat adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Sosial Dasar sebagai mata kuliah softskill di Universitas Gunadarma.
Penulis juga berterima kasih kepada semua pihak yang telah mendukung dan membantu penulis dalam pembuatan makalah ini, terutama kepada Bapak Ismail Akbar Brahma sebagai dosen Ilmu Sosial Dasar.
Penulis juga membuat makalah ini dengan harapan bahwa makalah ini akan bermanfaat bagi yang membacanya. Kritik dan saran, penulis nantikan agar lebih baik kedepannya.


Depok, 04 Januari 2018



Penulis





DAFTAR ISI


ABSTRAK..................................................................................................................... i
KATA PENGANTAR.................................................................................................. ii
DAFTAR ISI................................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................. 1
1.1     Latar Belakang............................................................................................. 1
1.2     Rumusan Masalah...................................................................................... 2
1.3     Tujuan dan Manfaat.................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN.............................................................................................. 3
2.1     Fungsi Agama.............................................................................................. 3
2.2     Pelembagaan Agama................................................................................. 5
2.3     Hubungan Agama dengan Masyarakat................................................... 7
BAB III PENUTUP...................................................................................................... 9
3.1     Kesimpulan................................................................................................... 9
3.2     Saran............................................................................................................. 9
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................. 10



BAB I

PENDAHULUAN


Kaitan agama dengan masyarakat banyak dibuktikan oleh pengetahuan agama yang meliputi penulisan sejarah dan figur nabi dalam mengubah kehidupan sosial, argumentasi rasional tentang arti dan hakikat kehidupan, tentang Tuhan dan kesadaran akan maut menimbulkan religi, dan sila Ketuhanan Yang Maha Esa sampai pada pengalaman agamanya para tasawuf. Bukti diatas sampai pada pendapat bahwa agama merupakan tempat mencari makna hidup yang final. Kemudian pada urutannya agama yang diyakininya merupakan sumber motivasi tindakan individu dalam hubungan sosial dan kembali kepada konsep hubungan agama dengan masyarakat, dimana pengalaman keagamaan akan terefleksikan pada tingkatan sosial, dan individu dengan masyarakat seharusnya tidak bersifat antagonis.
Membicarakan peranan agama dalam kehidupan sosial menyangkut dua hal yang sudah tentu hubungannya erat, memiliki aspek-aspek yang terpelihara. Yaitu pengaruh dari cita-cita agama dan etika agama dalam kehidupan individu dari kelas sosial dan grup sosial, perseorangan dan kolektivitas, dan mencakup kebiasaan dan cara semua unsur asing agama diwarnainya. Yang lainnya juga menyangkut organisasi dan fungsi lembaga agama sehingga agama dan masyarakat itu berwujud kolektivitas ekspresi nilai-nilai kemanusiaan, yang mempunyai seperangkat arti mencakup perilaku sebagai pegangan individu dengan kepercayaan dan taat kepada agamanya. Agama sebagai suatu sistem mencakup individu dan masyarakat, seperti adanya emosi keagamaan, keyakinan terhadap sifat faham, ritual, serta umat atau kesatuan sosial yang terkait agamanya. Agama dan masyarakat dapat pula diwujudkan dalam sistem simbol yang memantapkan peranan dan motivasi manusianya, kemudian terstrukturnya mengenai hukum dan ketentuan yang berlaku umum, seperti banyaknya pendapat agama tentang kehidupan dunia seperti masalah keluarga, bernegara, konsumsi, produksi, hari libur, prinsip waris, dan sebagainya.
Kebutuhan dan pandangan kelompok terhadap prinsip keagamaam berbeda-beda. Karena itu kebhinekaan kelompok dalam masyarakat akan mencerminkan perbedaan jenis kebutuhan keagamaan.
1.     Bagaimana fungsi agama sebagai aspek penting nilai, kebudayaan, sosial kelembagaan agama dalam masyarakat?
2.     Bagaimana Hubungan Agama dalam Masyarakat?
1.     Mengetahui fungsi Agama dalam kehidupan masyarakat.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1      Fungsi Agama

Fungsi agama dalam masyarakat ada tiga aspek penting yang selalu dipelajari, yaitu kebudayaan, sistem sosial, dan kepribadian. Ketiga aspek tersebut merupakan kompleks fenomena sosial terpadu yang pegaruhnya dapat diamati dalam perilaku manusia, sehingga timbul pernyataan, sejauh nama fungsi lembaga agama dalam memelihara sistem, apakah lembaga agama terhadap kebudayaan sebagai suatu sistem, dan sejauh manakah agama dalam memepertahankan keseimbangan pribadi melakukan fungsinya.
Teori fungsional dalam melihat kebudayaan pengertiannya adalah, bahwa kebudayaan itu berwujud suatu kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan, dan sistem sosial yang terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia-manusia yang berinteraksi, berhubungan, serta bergaul satu dengan yang lain, setiap saat mengikuti pola-pola tertentu berdasarkan adat tata kelakuan, bersifat kongkret terjadi di sekeliling.
Fungsi agama dalam pengukuhan nilai-nilai, bersumber pada kerangka acuan yang bersifat sakral, maka normanya pun dikukuhkan dengan sanksi-sanksi sakral. Dalam setiap masyarakat sanksi sakral mempunyai kekuatan memaksa istimewa, karena ganjaran dan hukumannya bersifat duniawi dan supramanusiawi dan ukhrowi.
Fungsi agama di bidang sosial adalah fungsi penentu, di mana agama menciptakan suatu ikatan bersama, baik di antara anggota-anggota beberapa mayarakat maupun dalam kewajiban-kewajiban sosial yang membantu mempersatukan mereka.
Fungsi agama sebagai sosialisasi individu ialah individu, pada saat dia tumbuh menjadi dewasa, memerlukan suatu sistem nilai sebagai semacam tuntunan umum untuk(mengarahkan) aktivitasnya dalam masyarakat, dan berfungsi sebagai tujuan akhir pengembangan kepribadiannya. Orang tua di mana pun tidak mengabaikan upaya “moralisasi” anak-anaknya, seperti pendidikan agama mengajarkan bahwa hidup adalah untuk memperoleh keselamatan sebagai tujuan utamanya. Oleh sebab itu, untuk mencapai tujuan tersebut harus beribadat dengan kontinyu dan teratur, membaca kitab suci dan berdoa setiap hari, menghormati dan mencintai orang tua, bekerja keras, hidup secara sederhana, menahan diri dari tingkah laku yang tidak jujur, tidak berbuat yang senonoh dan mengacau, tidak minum-minuman keras, tidak mengkonsumsi obat-obatan terlarang, dan tidak berjudi. Maka perkembangan sosialnya terarah secara pasti serta konsisten dengan suara hatinya.
Masalah fungsionalisme agama dapat dinalisis lebih mudah pada komitmen agama, menurut Roland Robertson (1984), diklasifikasikan berupa keyakinan, praktek, pengalaman, pengetahuan, dan konsekuensi.
a.    Dimensi keyakinan mengandung perkiraan atau harapan bahwa orang yang religius akan menganut pandangan teologis tertentu, bahwa ia akan mengikuti kebenaran ajaran-ajaran agama.
b.    Praktek agama mencakup perbuatan-perbuatan memuja dan berbakti, yaitu perbuatan untuk melaksanakan komitmen agama secara nyata. Ini menyangkut, pertama, ritual, yaitu berkaitan dengan seperangkat upacara keagamaan, perbuatan religius formal, dan perbuatan mulia. Kedua, berbakti tidak bersifat formal dan tidak bersifat publik serta relatif spontan.
c.    Dimensi pengalaman memperhitungkan fakta, bahwa semua agama mempunyai perkiraan tertentu, yaitu orang yang benar-benar religius pada suatu waktu akan mencapai pengetahuan yang langsung dan subjektif tentang realitas tertinggi, mampu berhubungan, meskipun singkat, dengan suatu perantara yang supernatural.
d.    Dimensi pengetahuan dikaitkan dengan perkiraan, bahwa orang-orang yang bersikap religius akan memiliki informasi tentang ajaran-ajaran pokok keyakinan dan upacara keagamaan, kitab suci, dan tradisi-tradisi keagamaan mereka.
e.    Dimensi konsekuensi dari komitmen religius berbeda dengan tingkah laku perseorangan dan pembentukan citra pribadinya.

2.2      Pelembagaan Agama

Agama begitu universal, permanen (langgeng), dan mengatur dalam kehidupan, sehingga bila tidak memehami agama, akan sukar memahami masyarakat. Hal yang perlu dijawab dalam memahami lembaga agama adalah apa dan mengapa agama ada, unsur-unsur dan bentuknya serta fungsinya dan struktur agama. Dimensi ini mengidentifikasi pengaruh-pengaruh kepercayaan, praktek, pengalaman, dan pengatahuan keagamaan didalam kehidupan sehari-hari. Terkandung makna ajaran “kerja” dalam pengertian teologis.
Kaitan agama dan masyarakat dapat mencerminkan tiga tipe, meskipun tidak menggunakan sebenarnya secara utuh (Elizabeth K. Nottingham, 1995).


A.     Masyarakat yang terbelakang dan nilai-nilai sakral
Masyarakat tipe ini kecil, terisolasi, dan terbelakang. Anggota masyarakat menganut agama yang sama. Oleh karenanya keanggotaan mereka dalam masyarakat dan dalam kelompok keagamaan adalah sama. Agama menyusup kedalam kelompok aktivitas yang lain. Sifat-sifatnya :
1)     Agama memasukan pengaruhnya yang sakral kedalam sistem nilai masyarakat secara mutlak.
2)     Dalam keadaan lembaga lain selain keluarga relatif belum berkembang, agama jelas menjadi fokus utama bagi pengintegrasian dan persatuan dari masyarakat secara keseluruhan. Dalam hal ini nilai-nilai agama sering meningkatkan konservatisme dan menghalangi perubahan.
B.     Masyarakat praindustri yang sedang berkembang
Keadaan masyarakatnya tidak terisolasi, ada perkembangan teknologi. Agama memberikan arti dan ikatan kepada sistem nilai dalam tiap masyarakat ini,tetapi pada saat yang sama lingkungan yang sakral dan yang sekular itu sedikit-banyaknya masih dapat dibedakan. Fase-fase kehidupan sosial diisi dengan upacara-upacara tertentu. Di lain pihak, agama tidak memberikan dukungan sempurna terhadap aktivitas sehari-hari, agama hanya memberikan dukungan terhadap adat-istiadat, dan terkadang merupakan suatu sistem tingkah laku tanding terhadap sistem yang telah disahkan.
Pendekatan rasional terhadap agama dengan penjelasan ilmiah biasanya akan mengacu dan berpedoman pada tingkah laku yang sifatnya ekonomis dan teknologis dan tentu akan kurang baik. Karena adlam tingkah laku, tentu unsur rasional akan lebih banyak, dan bila dikaitkan dengan agama yang melibatkan unsur-unsur pengetahuan di luar jangkauan manusia (transdental), seperangkat symbol dan keyakinan yang kuat, dan hal ini adalah keliru. Karena justru sebenarnya, tingkah laku agama yang sifatnya tidak rasional memberikan manfaat bagi kehidupan manusia.

2.3      Hubungan Agama dengan Masyarakat

Telah kita ketahui Indonesia memiliki banyak sekali budaya dan adat istiadat yang juga berhubungan dengan masyarakat dan agama. Dari berbagai budaya yang ada di Indonesia dapat dikaitkan hubungannya dengan agama dan masyarakat dalam melestraikan budaya.Sebagai contoh budaya Ngaben yang merupakan upacara kematian bagi umat hindu Bali yang sampai sekarang masih terjaga kelestariannya.Hal ini membuktikan bahwa agama mempunyai hubungan yang erat dengan budaya sebagai patokan utama dari masyarakat untuk selalu menjalankan perintah agama dan melestarikan kebudayaannya.Selain itu masyarakat juga turut mempunyai andil yang besar dalam melestarikan budaya, karena masyarakatlah yang menjalankan semua perintah agama dan ikut menjaga budaya agar tetap terpelihara.
Selain itu ada juga hubungan lainnya,yaitu menjaga tatanan kehidupan.Maksudnya hubungan agama dalam kehidupan jika dipadukan dengan budaya dan masyarakat akan membentuk kehidupan yang harmonis,karena ketiganya mempunyai keterkaitan yang erat satu sama lain. Sebagai contoh jika kita rajin beribadah dengan baik dan taat dengan peraturan yang ada,hati dan pikiran kita pasti akan tenang dan dengan itu kita dapat membuat keadaan menjadi lebih baik seperti memelihara dan menjaga budaya kita agar tidak diakui oleh negara lain.
Namun sekarang ini agamanya hanyalah sebagi symbol seseorang saja. Dalam artian seseorang hanya memeluk agama, namun tidak menjalankan segala perintah agama tersebut. Dan di Indonesia mulai banyak kepercayaan-kepercayaan baru yang datang dan mulai mengajak/mendoktrin masyarakat Indonesia agar memeluk agama tersebut. Dari banyaknya kepercayaan-kepercayaan baru yang ada di Indonesia, diharapkan pemerintah mampu menanggulangi masalah tersebut agar masyarakat tidak tersesaat di jalannya. Dan di harapkan masyarakat Indonesia dapat hidup harmonis, tentram, dan damai antar pemeluk agama yang satu dengan lainnya.



BAB III

PENUTUP

Kaitan agama dengan masyarakat banyak dibuktikan oleh pengetahuan agama yang meliputi penulisan sejarah dan figur nabi dalam mengubah kehidupan sosial, argumentasi rasional tentang arti dan hakikat kehidupan, tentang Tuhan dan kesadaran akan maut menimbulkan relegi, dan sila Ketuhanan Yang Maha Esa sampai pada pengalaman agamanya para tasauf.
Bukti di atas sampai pada pendapat bahwa agama merupakan tempat mencari makna hidup yang final dan ultimate. Kemudian, pada urutannya agama yang diyakininya merupakan sumber motivasi tindakan individu dalam hubungan sosialnya, dan kembali kepada konsep hubungan agama dengan masyarakat, di mana pengalaman keagamaan akan terefleksikan pada tindakan sosial, dan individu dengan masyarakat seharusnyalah tidak bersifat antagonis.
Dengan dibuatnya makalah ini kami mengharapkan kepada pembaca agar bisa memahami dan dapat menerangkan hubungan antara agama dan masyarakat.



DAFTAR PUSTAKA



Harwantiyoko, dan Neltje F. Katuuk. 1997. MKDU ILMU SOSIAL DASAR. Jakarta: Gunadarma.